Khoirunnisa (11301241034)
Jurusan Pendidikan Matematika
PENDAHULUAN
Filsafat
merupakan ilmu yang berkaitan dengan olah pikir. Filsafat datangnya dari
pikiran manusia secara menyeluruh. Pemikiran manusia yang kritis memunculkan penjabaran-penjabaran
mendasar atas seluruh fenomena yang ada dalam kehidupan. Lahir dari kemampuan
paling dasar manusia untuk berpikir, filsafat tidak memerlukan eksperimen dan
percobaan, tetapi dengan menguraikan masalah, membangun tesis, anti-tesis,
sehingga diperoleh sintesis.
Pengertian
filsafat sendiri secara harfiah diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia,
sebuah kata majemuk yang berarti philia = persahabatan, cinta, dsb., dan
sophia = "kebijaksanaan". Jika diartikan, maka filsafat berarti
seorang pencinta kebijaksanaan, yang dapat dimaknai semakin orang cinta dengan
kebijaksanaan semakin ia berpikir jauh lebih bijaksana dari biasanya.
Kegunaan filsafat.
Filsafat
merupakan ilmu yang sudah ada sejak dulu. Telah banyak disebutkan bahwa
filsafat adalah akar dari segala cabang ilmu. Diawali dengan rasa heran dan
rasa keingintahuan yang kuat terhadap semua hal yang pernah manusia temukan.
Hal tersebut merupakan jalan menuju filsafat. Lalu berkembang dan tumbuh
melewati batasan ruang dan waktu yang sulit diterjemahkan. Hingga kini, manusia
modern dapat mencapai temuan-temuan terhadap segala bidang ilmu pengetahuan.
Filsafat
membahas sesuatu dari segala aspeknya hingga mendalam. Dari waktu ke waktu,
filsafat selalu berkembang seiring dengan perubahan yang terjadi pada manusia.
Salah satunya yaitu yang akan dibahas dalam makalah ini; Filsafat mampu
membangun dunia pendidikan matematika. Untuk mencapainya maka dimulai dari
membangun dunia, membangun matematika, membangun pendidikan, sampai membangun
pendidikan matematika.
A.
Membangun Dunia
Berfilsafat
merupakan suatu aktivitas yang melibatkan pikiran manusia. Berpikir tidak lain
adalah bagian dari aktivitas, sedangkan aktivitas itu sendiri memerlukan sebuah
objek. Oleh karena itu tentulah saja filsafat membutuhkan objek. Dunia dan
seisinya adalah kumpulan dari objek-objek filsafat yang jika dibedakan secara
mendasar meliputi yang ada dan yang mungkin ada.
Sebagian dunia
merupakan ‘yang ada’ dan bersifat tetap. Seperti yang diungkapkan oleh
pemikiran Parmenindes pada era sebelum masehi. Segala sesuatu yang ada memiliki
sifat yang tetap dan tidak berubah. Sedangkan sebagian dunia yang lain berupa
sesuatu ‘yang tidak ada’ dan bersifat berubah. Tokoh filsuf yang menguatkan hal
ini adalah Herakleitos. Beliau mengungkapkan bahwa segala sesuatu selalu
berubah dan tidak pernah kembali pada keadaan yang sama.
Teori kebenaran
‘yang ada’ oleh Parmenindes yaitu jika segala sesuatu kita pikirkan maka
sesuatu tersebut berarti ‘ada’. Misalnya saja seseorang dapat berkata bahwa ‘X
tidak ada’ maka, sebenarnya ia memiliki konsep X di dalam pikirannya yang
kemudian disangkalnya. Sesuatu yang dikatakan ‘tidak ada’ tidak dapat
dipikirkan maupun dibicarakan.
Dunia dengan
jelas dibedakan menjadi dua bagian oleh Plato, yaitu dunia Idea dan dunia
Indrawi. Dunia Indrawi merupakan dunia yang dapat dirasakan oleh pancaindra dan
merupakan bayangan dari dunia Idea. Plato lebih menegaskan pada dunia idea di
mana semuanya bersifat tetap, ideal, tidak dapat berubah. Dunia yang seperti
itu adalah yang ada di pikiran kita.
Sedangkan apa
yang disebutkan tentang dunia Indrawi adalah dunia yang ada di luar pikiran
kita. Segala sesuatu tidaklah tetap, segala sesuatu pastilah ada penggeraknya,
dan semuanya bergerak ke satu tujuan. Dicetuskan oleh Aristoteles bahwa
pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan, yang berarti
realistis.
Objek di dalam
pikiran bersifat identitas. Kita dapat mengatakan A=A hanya dalam pikiran kita.
Sedangkan di luar pikiran sifatnya kontradiksi. A belum tentu sama dengan A.
Hal ini dikarenakan yang ada di luar pikiran kita adalah dunia realita, dunia
indrawi yang bersifat berubah karena sudah terpengaruh ruang dan waktu.
Contohnya, aku bisa mengatakan aku tidak sama dengan aku. Ketika ‘aku’ yang
pertama disebutkan maka ia berada pada waktu yang satu, lalu ketika ‘aku’ kedua
disebutkan, maka ia berada pada waktu yang berbeda dari sebelumnya.
Dari konsep
dunia yang terbangun dari yang ada dan yang mungkin ada, di mana ‘yang ada’
adalah idea yang terdapat di pikiran kita, sedangkan yang mungkin ada adalah
realita yang ada di luar pikiran, kita dapat membangun dunia-dunia yang lain. Seperti
aku dan bukan aku, teori dan prakteknya, idealnya dan kenyataannya.
B.
Membangun Matematika
Matematika
merupakan studi mengenai besaran, struktur, ruang dan perubahan. Matematika
merupakan ilmu pengetahuan yang sudah ada sejak dulu. Untuk membangun
matematika, maka sebelumnya harus kita ketahui bagaimana membangun ilmu
pengetahuan. Pengetahuan terbagi menjadi dua yaitu a priori dan a
posteori. A apriori merupakan pengetahuan yang didapat dari pikiran
manusia, tanpa adanya pengamatan dunia, sedangkan a posteori merupakan
pengetahuan yang didapat dari pengamatan-pengamatan terhadap segala sesuatu
yang ada di realita dunia dan terkumpul menjadi pengalaman.
Jika dilihat
dari pembagian tersebut, matematika merupakan pengetahuan a apriori yang
bersifat abstrak. Matematika dibangun dalam pikiran manusia, terjadi dari
proposisi yang menjelaskan atas dasar pengalaman saja. Alasannya, termasuk logika
deduktif dan yang
digunakan sebagai definisi,
hubungannya dengan aksioma matematika
atau postulat, adalah
sebagai dasar untuk menyimpulkan pengetahuan
matematika. Pengetahuan dasar matematika adalah dasar untuk menyatakan
kebenaran dari proposisi matematika, dengan mengumpulkan bukti bukti dan
disimpulkan secara deduktif.
Matematika, jika
kita melihat pemetaan dunia atas objek filsafat yang ada dan yang mungkin ada,
berada pada daerah objek yang ada. Bersifat tetap, tunggal dan abstrak karena
letaknya di dalam pikiran. Sifat-sifat dalam matematika yakni identitas, karena
dalam matematika ditemukan bahwa 4 = 4. Matematika tidak terikat oleh ruang dan
waktu.
Dalam referensi
lain, pandangan tentang matematika dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pertama,
memandang obyek matematika sebagai ide dalam pikirannya
(Absolutism-Idealism-Platonism); kedua, memandang obyek matematika di luar
pikirannya (Intuitionism-Realism-Aristotelianism).
Absolutism-Idealism-Platonism kemudian melahirkan
Logicist-Formalist-Foundationlist. Sedangkan Realism-Relativism-Aristotelianism
kemudian melahirkan Empiricism-Fallibism-SocioConstructivism.
Dalam dunia
pendidikan, matematika yang dipandang sebagai ide dalam pikiran adalah
matematika murni, atau matematika sebagai ilmu. Sedangkan matematika dengan
objek di luar pikiran adalah matematika sekolah.
C.
Membangun Pendidikan
Secara harfiah,
pendidikan berasal dari kata didik, yang dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia berarti memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran. Pendidikan sebagai kata benda berarti proses perubahan sikap dan
tingkah laku seseorang atau sekelompok dalam usaha mendewasakan melalui upaya
pengajaran dan pelatihan (Gandhi HW, 2011:61). Pendidikan merupakan sesuatu
yang muncul sebagai akibat dari pertanyaan bagaimana manusia bertindak dalam
hidupnya.
Filsafat
pendidikan merupakan filsafat terapan, bagaimana cara pandang filsafat dengan mengambil
objek pendidikan. Berpikir filsafat yang mendasar yaitu dengan membangun tesis,
antitesis dan sintetisnya dalam ranah pendidikan menjadikan filsafat pendidikan
sebagai usaha untuk menafsirkan proses belajar mengajar secara hakiki menurut
prosedur ilmiahnya. Menggali kebermanfaatannya kemudian memberikan solusi atas
permasalahannya. Filsafat pendidikan memiliki dua pandangan atas keberadaan
peserta didik dan pendidik. Tinjauan dari keberadaan manusianya atau dari
geografis, sosiologis, dan budaya menimbulkan aliran baru. Dari sudut pandang
keberadaan manusia timbul aliran Perenialis, Realis, Empiris, Naturalis, dan
Eksistensialis. Sedangkan dari sudut geografis, sosiologis dan budaya, muncul
aliran Esensialis, Tradisionalis, Progresivis, dan Rekontruksionis.
Aliran-aliran tesebut berdampak pada terciptanya konsep atau teori pendidikan
yang beragam.
Sebagaimana
mestinya, filsafat pendidikan memiliki objek yaitu yang ada dan yang mungkin
ada. Filsafat pendidikan mengulas tentang apa, mengapa dan bagaimana pendidikan
secara mendasar. Objek filsafat tersebut diuraikan dalam tiga ruang lingkup
yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi pendidikan. Ontologi filsafat
pendidikan mengulas tentang hakikat pendidikan, epistemologi pendidikan
mengulas mengapa dan bagaimana pendidikan dianggap penting, sedangkan aksiologi
pendidikan mengulas makna pendidikan dalam kehidupan.
Ontologi
filsafat pendidikan menjabarkan hakikat hal-hal yang mendasar dari pendidikan. Apakah
sebenarnya pendidikan itu? Mengapa manusia perlu menjalani proses latihan untuk menjadi lebih baik? Pertanyaan ini
menimbulkan pandangan skeptis bahwa manusia sebenarnya ‘jahat’ sehingga
dibutuhkan suatu upaya untuk menjadi ‘baik’. Namun sebenarnya kejahatan dan
kebaikan merupakan sifat yang ada dan yang mungkin ada dalam diri manusia
sebagai potensi. Manusia terlahir dalam keadaan di antara keduanya, yaitu bisa
bersifat jahat dan bisa bersifat baik.
Pendidikan dalam
epistemologinya tidak dapat terlepas dari pentingnya upaya untuk menumbuhkan
pengetahuan dalam diri manusia. Manusia pada mulanya hidup dengan apa adanya.
Pengetahuan waktu itu hanya yang bersifat pragmatis tentang bertahan hidup.
Seiring berjalannya waktu, pengetahuan berkembang dan menjadi kebutuhan manusia
tidak hanya sekedar membertahankan hidup saja. Pada masa kini, pengetahuan
membawa manusia mengenal etika dan estetika.
Perkembangan
pengetahuan selanjutnya memunculkan teori pengetahuan dari berbagai filsuf,
seperti halnya Immanuel Kant. Teori pengetahuan Kant dilandasi oleh filsuf terdahulu,
yakni Plato dan Aristoteles. Masing-masing memiliki fondasi rasionalis dan
empiris. Rasionalisme mengungkapkan bahwa pengetahuan sudah ada pada pikiran
manusia. Sedangkan Empirisme mengungkapkan bahwa pengetahuan datang dari
pengalaman.
Kebutuhan akan
pengetahuan menyebabkan pendidikan sebagai satu upaya penting untuk
meningkatkan derajat manusia. Meski pendidikan memiliki dua bagian jika
dijadikan objek filsafat, yaitu secara idealis dan realita. Pendidikan yang
ideal memiliki konsep dan tujuan yang jelas, tetap dan mutlak. Sedangkan pada
realitanya pendidikan terpengaruh oleh ruang dan waktunya, sehingga tujuan
pendidikan dapat berubah ubah sesuai waktunya dan ruangnya.
D.
Membangun Pendidikan Matematika
Seperti yang
telah disebutkan, bahwa pendidikan merupakan upaya dalam rangka meningkatkan
kemampuan berpikir manusia, memenuhi kebutuhan manusia akan pengetahuan.
Pengetahuan salah satunya adalah matematika. Pendidikan matematika merupakan
upaya meningkatkan pengetahuan akan matematika pada manusia, dalam hal ini
peserta didik.
Pendidikan
matematika dalam ranah masa kini adalah suatu materi yang diajarkan di sekolah
dengan objek peserta didik yang merupakan siswa SD, SMP dan SMA. Jika kita
mengkaji psikologi pendidikan, terkait teori kognitif peserta didik, maka dalam pembelajaran,
peserta didik terutama untuk kelas rendah seperti SD dan SMP memerlukan objek
konkret. Sedangkan hakikat matematika sebagai ilmu pengetahuan yang berasal
dari pikiran, tidak membutuhkan objek, atau bahkan sama sekali tidak menyentuh
dunia. Oleh karena itu, matematika yang digunakan dalam pendidikan adalah
matematika yang memiliki objek di luar pikiran, yaitu matematika sekolah.
Definisi
matematika sekolah dikutip dari Ebbutt and Straker (1995) yang mendefinisikan
Matematika sebagai berikut: (1). Matematika adalah ilmu tentang penelusuran
pola dan hubungan (2). Matematika adalah ilmu tentang pemecahan masalah
(Problem Solving) (3). Matematika adalah ilmu tentang kegiatan investigasi (4).
Matematika adalah ilmu berkomunikasi. Definisi matematika demikian ini sangat
kaya dengan aspek-aspek psikologis, social dan constructivist.
Matematika
sekolah dan matematika murni bukanlah dua hal yang saling asing apalagi saling
kontradiksi. Karena pada dasarnya, matematika sekolah adalah matematika sebagai
dirinya sendiri (ilmu pengetahuan) yang memiliki objek konkret sebagai bentuk
suatu contoh masalah. Salah satu bentuk peleburan batas antara matematika murni dan matematika sekolah
adalah jika obyek yang dipelajari berada
di wilayahnya matematika murni, atau berupa objek abstrak dalam pikiran, maka
para matematika sekolah harus menyesuaikan diri. Penyesuaian tersebut yakni
dengan melakukan mathematical
research . Sebaliknya, jika obyek yang dipelajari berada di wilayah matematika
sekolah, maka matematika murni perlu menyelami, mempelajari dan terlibat di
dalam pengembangan matematika sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Ernest, Paul. 1991. The Philosophy of Mathematics Education.
The Falmer Press. London
Gandhi HW, Teguh Wangsa. 2011. Filsafat Pendidikan:
Mazhab-mazhab Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Rekaman perkuliahan Filsafat Ilmu dengan dosen pengampu Prof. Dr.
Marsigit, M.A.
0 komentar:
Posting Komentar