Ditulis
berdasarkan kuliah Filsafat Pendidikan Matematika oleh Prof. Dr.
Marsigit, M.A tanggal 15 Oktober 2014
Seperti
yang diketahui, objek filsafat berupa yang ada dan yang mungkin ada.
Di dalam filsafat sebuah eksistensi terikat ruang dan waktu. Seperti
misalnya Apakah
yang dimaksud ‘ada’? Mengapa yang ‘tidak ada’ itu ‘ada’?
Dalam pemikiran pada umumnya, jika suatu objek dianggap ada maka
objek tersebut eksis secara nyata. Artinya objek tersebut dapat
dilihat, disentuh maupun dirasakan keberadaannya. Sedangkan yang
tidak ada berarti nihil, atau tidak nampak, tidak dapat disentuh dan
dirasakan keberadaannya.
Dalam
filsafat, keberadaan suatu objek dikaitkan dengan ruang dan waktu.
‘Tidak ada’ tidak berarti tidak eksis, sedangkan yang ‘ada’
tidak berarti objek tersebut selalu ada. ‘Tidak ada’ bisa juga
disebut ‘ada’. Mengapa bisa demikian? Seperti yang sudah
disebutkan, jika kita memandang keberadaan suatu objek dalam dimensi
ruang dan waktu, ‘ada’ dalam suatu ruang dan waktu dapat juga
dikatakan ‘tidak ada’ dalam ruang dan waktu yang lain. Jika
sebuah objek berada di tempat tertentu, berarti objek tersebut tidak
ada di tempat lainnya, begitu pula jika objek itu ada di suatu waktu
tertentu, bisa juga objek itu tidak ada di waktu lain.
Lanjutan>>
Lanjutan>>
Sebagai
gambaran, saya memiliki janji dengan seseorang untuk berkunjung ke
rumah teman pada jam 13.00 siang nanti. Tiba-tiba saya menerima kabar
bahwa saudara saya ada yang kecelakaan dan sekarang di rumah sakit.
Karena saudara saya kondisinya kritis dan tidak ada kerabat dekat
yang menjenguk, maka saya terpaksa membatalkan janji saya untuk
berkunjung ke rumah teman dan memilih untuk menunggui saudara saya di
rumah sakit. Pada jam 13.00 siang ini, posisi saya berada di rumah
sakit, bukannya di rumah teman saya. Dalam hal ini, saya dikatakan
‘tidak ada’ jika ditinjau dari ruang rumah teman. Akan tetapi
saya dikatakan ‘ada’, yakni pada ruang rumah sakit.
Filsafat
merupakan pemikiran dari diri kita sendiri. Apa yang ada di dalam
pikiran dan yang di luar pikiran. Filsafat yang masih ada dalam
pikiran kita sendiri disebut idealis. Persoalannya adalah bagaimana
menjelaskan apa yang ada di dalam pikiran kita kepada orang lain,
sehingga orang lain dapat mengerti. Sedangkan filsafat yang ada di
luar pikiran kita disebut realistis. Peran kita adalah bagaimana
memahami hal-hal yang ada di luar pikiran, sehingga dapat berjalan
senada dengan yang sebelumnya kita pikirkan.
Berkomunikasi
dalam filsafat sama saja beradu pikiran. Apa yang ada dalam pikiran
kita tidak selamanya sama dengan yang ada dalam pikiran orang lain.
Jalan untuk bisa saling berkomunikasi yaitu dengan saling menjelaskan
apa yang ada dalam pikiran diri kita sendiri kepada orang lain agar
bisa dipahami. Begitu juga sebaliknya, kita berusaha memahami jalan
pikiran orang lain yang sifatnya di luar pikiran kita, dengan cara
merubah pandangan.
Pemikiran
dari seorang filsuf tidaklah sama satu dengan yang lainnya, karena
menyangkut kulitas kedua, ketiga dan keseluruhan. Kembali lagi,
karena filsafat berasal dari diri sendiri. Yang sama yaitu kualitas
pertama yaitu kualitas pertama yaitu formalnya. Apa yang ada dalam
pikiran memiliki ideal sehingga substansi ontologisnya bersifat sama.
Tokoh filsafat yang mengkaji idealis adalah Plato, sedangkan
realistis adalah Aristoteles.
---oOo---
ruweytttttt
BalasHapus